Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tahun 2023 menjadi tahun penuh kewaspadaan. Sebabnya, pemerintah masih akan menghadapi sejumlah permasalahan faktor eksternal yang akan memengaruhi perekonomian dalam negeri.

Beberapa permasalahan eksternal tersebut diantaranya yaitu mengantisipasi dan mencegah dampak inflasi global, dan terus meningkatkan pemulihan ekonomi pascapandemi covid-19.

“Kami semua siap bekerja keras untuk mengawal tahun 2023 menjadi tahun yang resilien dan waspada. Namun, insya Allah kami akan mencoba terus mencapai yang terbaik,” ucap Sri Mulyani dalam acara Peresmian Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2023, di Jakarta.

READ  Indef Nilai Skema Power Wheeling Tidak Urgen, Ini Alasannya

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah terus memperkuat sektor keuangan dalam negeri sebagai salah satu upaya mitigasi dalam menghadapi ketidakpastian global.

Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk memperkuat perekonomian dalam negeri adalah menerbitkan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

“Melalui aturan yang terdapat dalam UU P2SK, pemerintah berupaya memperluas akses jasa keuangan, memperluas sumber pembiayaan jangka panjang untuk pembangunan, terutama pembangunan infrastruktur terus ditingkatkan,” jelasnya.

Melalui regulasi tersebut, tambah dia, pemerintah juga ingin meningkatkan daya saya dan efisiensi bursa, dan juga sektor keuangan, dan peningkatan instrumen serta regulasi dalam mitigasi risiko dan meningkatkan perlindungan konsumen.

READ  Hadapi Gejolak 2023, UMKM Diminta Perkuat Cadangan Kas

Selain itu, kata Sri Mulyani, pemerintah juga menerapkan prinsip aktivitas dan risiko serta regulasi yang setara.

“Untuk tahun 2023 penekanan untuk integritas akuntabilitas dan kredibilitas akan ditopang dengan pelaksanaan UU P2SK yang sudah ditetapkan,” tandasnya.

Sri Mulyani menambahkan, pada tahun 2022 yang lalu menjadi tahun yang brutal bagi pasar saham global. Sebab dalam kapitalisasi pasar modal terjadi kehilangan sampai US$ 30 triliun.

“Hal ini berpengaruh pada kondisi bursa di negara-negara maju. Lebih dari Rp 30 triliun kapitalisasi (global) hilang pada 2022 sehingga investor global bukan create value tapi losing value,” pungkas Sri Mulyani.