PT Bank Mandiri (Persero) Tbk membukukan nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) hampir Rp 2.500 triliun pada layanan mobile banking Livin by Mandiri. Pencapain dalam kurun setahun sejak diluncurkan ini tidak terlepas dari upaya penyempurnaan aspek user interface (UI) dan user experience (UX).
Direktur Teknologi Informasi Bank Mandiri Timothy Utama mengungkapkan, pihaknya secara resmi meluncurkan Livin by Mandiri pada Oktober 2021. Akselerasi digital melalui Livin by Mandiri bisa tergambar dalam satu tahun bahwa sudah ada 19 juta unduhan, 14,5 juta pengguna terdaftar, dan hampir 12 juta pengguna aktif per bulan.
“Banyak pengguna tapi belum tentu beraktivitas. Aktivitas di Livin by Mandiri hari ini, yang kita luncurkan satu tahun sudah mencapai 500 juta transaksi per kuartal III-2022. Jadi kalau dikalikan empat, transaksinya sudah 2 miliar. GTV hari ini sudah mau mendekati Rp 2.500 triliun yang terjadi di Livin by Mandiri,” ungkap Timothy saat menjadi pembicara dalam salah satu kanal diskusi di acara Indonesia Digital Conference 2022.
Menurut Timothy, pertumbuhan cepat ini karena fokus Bank Mandiri terhadap UI dan UX yang relevan agar masyarakat mau bergabung dan memanfaatkan layanan. “Konsep dari Livin by Mandiri tadi adalah beyond banking, dengan open ecosystem saya bawa 2.500 partners untuk memberikan satu nilai tambah,” imbuh dia.
Selain Livin’, Timothy menerangkan, saat ini Bank Mandiri memiliki aplikasi Kopra dan Smart Branch. Ekosistem digital tersebut menjadi penting untuk dirangkum menjadi sebuah peluang. Sehingga transformasi digital tidak hanya sekedar dibicarakan, namun diterjemahkan dalam realitas menjadi suatu peluang yang bisa digarap, khususnya oleh bank.
“Ini adalah tantangan yang menurut saya mencoba menyikapinya. Dengan adanya digital ini kita harus berinvestasi kebutuhan data analytics atau yang disebut sehari-hari sebagai AI,” ungkap dia.
Timothy menuturkan, pendekatan digital Bank Mandiri mungkin akan berbeda dengan bank-bank lain yang misalnya dengan meluncurkan lisensi baru berupa bank digital. Dalam hal ini, perseroan tegas memandang bahwa bank digital merupakan suatu layanan bagi nasabah agar tidak lagi ke cabang. Tafsir ini juga yang dinilai telah dimiliki aplikasi Livin by Mandiri.
“Jadi bukan karena saya harus punya bank baru, tapi agar nasabah bisa melakukan itu (transaksi) tanpa harus melalui cabang. Jadi ada tiga hal, yaitu comprehensive banking experience, kita bawa masuk semua ekosistem dalam aplikasi ini, dan open ecosystem,” beber Timothy.
Di sisi lain, Bank Mandiri juga sedang mengembangkan layanan metaverse seiring pemanfaatan aset digital yang sudah cukup besar. Perseroan sendiri melihat metaverse lebih kepada augmented reality (AR), sehingga bukan hanya menggabungkan sarana virtual tapi mendorong generate hype and engagement, for everyone at anytime, dan addictive and hard to let go.
“Ini cara yang baru untuk mereka berinteraksi kepada kita. Hari ini tidak perlu ke cabang karena sudah ada Livin by Mandiri. Tetapi the next level up adalah bagaimana kita menjalin interaksi dengan nasabah di dunia metaverse yang lebih nyata. Kemudian bisa digunakan siapa saja,” ujar dia.
Untuk saat ini, Bank Mandiri baru dalam tahap memperkenalkan layanan metaverse, termasuk edukasi mengenai tujuan dan mencoba memberikan pengalaman berbeda kepada nasabah. Seiring edukasi dan perkenalkan layanan, perseroan berupaya menjawab tantangan yang ada terkait metaverse.
“Bisa jadi duit enggak ini? Biasanya kan ujung-ujungnya kesitu. Jadi hari ini kami masih memikirkan bagaimana memberikan experience yang berbeda. Ini suatu ranah yang sangat baru, saya rasa opportunity sangat banyak,” kata Timothy.